0

 


NILAI-NILAI DASAR PERJUANG HMI

 

oleh : Nabil Fikri Kenamon

HMI Cabang Singkawang

 

Abstrak : Nilai Dasar Perjuangan (NDP) merupakan landasan ideologis yang sangat penting dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). NDP menjadi pedoman utama dalam berpikir, bersikap, dan bertindak bagi setiap kader HMI dalam menjalankan aktivitas organisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini lahir dari kebutuhan HMI untuk memiliki arah perjuangan yang lebih mendasar dan filosofis, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan sosial, politik, dan keislaman di Indonesia. NDP pertama kali dirumuskan dalam Kongres HMI ke-13 di Palembang pada tahun 1969, dengan tokoh sentral seperti Nurcholish Madjid, yang memberikan kontribusi besar dalam merumuskan isi dan arah perjuangannya.

Isi pokok dari NDP mencakup pandangan tentang hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki potensi ruh, akal, dan jasad; tujuan hidup manusia yaitu sebagai khalifah di bumi dan pengabdi kepada Tuhan; konsep kebebasan yang bertanggung jawab; serta cita-cita untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah. Nilai-nilai ini tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan arah tindakan konkret kader HMI di berbagai bidang kehidupan, baik di kampus, masyarakat, maupun dalam dunia profesional.

Melalui pemahaman dan penghayatan terhadap NDP, kader HMI diharapkan memiliki komitmen ideologis yang kuat, tidak mudah goyah oleh perubahan zaman, serta mampu menjadi agen perubahan yang tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Oleh karena itu, NDP bukan hanya sekadar dokumen organisasi, tetapi merupakan ruh perjuangan yang harus diinternalisasi oleh setiap kader HMI sepanjang masa.

A. Pendahuluan

      Nilai Dasar Perjuangan (NDP) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan landasan ideologis yang mendasari seluruh aktivitas, gerakan, dan tujuan organisasi ini. Sebagai organisasi mahasiswa yang berdiri pada tahun 1947, HMI memiliki tujuan untuk mencetak kader-kader yang berakhlak mulia dan profesional, serta memiliki komitmen untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam perjalanan sejarahnya, NDP HMI telah menjadi pedoman dalam menentukan arah perjuangan, baik dalam skala nasional maupun global. Akan tetapi, meskipun NDP telah diterima dan dijadikan pedoman, pemahaman dan pengamalan nilai-nilai tersebut oleh setiap kader HMI memerlukan kajian lebih mendalam. Mengingat betapa pentingnya NDP dalam pembentukan karakter dan tujuan hidup seorang kader, pemahaman yang lebih mendalam tentang Manusia sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan, Tujuan Hidup Manusia, serta Kebebasan dan Tanggung Jawab perlu dipahami tidak hanya dalam aspek ideologis, tetapi juga dari perspektif filosofis, teologis, dan sosiologis.

      Penelitian ini mengacu pada teori-teori filsafat, teologi, dan sosiologi yang relevan dengan pembahasan NDP HMI. Dari sisi filsafat, pemikiran tentang kebebasan, tanggung jawab, dan tujuan hidup sering kali diperdebatkan oleh banyak tokoh besar, seperti Jean-Paul Sartre, Immanuel Kant, dan Aristoteles. Pemahaman tersebut memberi konteks tentang bagaimana individu memandang kebebasan dan tanggung jawabnya dalam hidup, serta bagaimana kebebasan itu terkait dengan moralitas dan etika yang lebih tinggi.

      Secara teologis, Islam sebagai agama yang menjadi landasan HMI, mengajarkan tentang fitrah manusia dan tujuan hidup manusia sebagai makhluk yang beribadah kepada Tuhan dan menjaga keseimbangan bumi. Konsep khalifah yang diajarkan dalam Al-Qur’an menjadi titik tolak pemahaman tentang bagaimana manusia harus bertindak dalam kehidupan sosial dan spiritualnya.

      Di sisi lain, dalam kajian sosiologi, pemikiran Émile Durkheim dan Max Weber memberikan pemahaman tentang pentingnya norma sosial, struktur masyarakat, dan tanggung jawab sosial yang membentuk setiap individu. Konsep-konsep ini memberikan pandangan mengenai bagaimana kebebasan individu harus dipahami dalam konteks masyarakat dan bagaimana individu bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya.

B. Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan

      Dalam perspektif filsafat, pandangan tentang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan mengarah pada pembahasan ontologi atau hakikat eksistensi manusia. Pemikiran filsuf seperti Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah makhluk rasional (zoon politikon), yang memiliki akal dan kemampuan untuk berpikir secara logis. Manusia berada di puncak hierarki alam, memiliki potensi untuk memahami hakikat diri dan dunia. Namun, dalam perspektif filsafat eksistensialisme seperti yang digagas oleh Jean-Paul Sartre, manusia tidak hanya terbatas pada pemikiran rasional. Ia juga menganggap bahwa manusia adalah makhluk bebas yang harus menciptakan makna hidupnya sendiri dalam dunia yang absurd. Namun, pandangan eksistensialisme ini bersifat sekuler, sementara dalam NDP HMI, pemahaman tentang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan menjadikan kebebasan manusia selalu terikat pada kehendak Tuhan, yang lebih mengarahkan pada moralitas dan tujuan yang lebih tinggi.

      Dari perspektif teologi Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki fitrah (sifat dasar) sebagai makhluk yang tidak hanya terbatas pada fisik, tetapi juga memiliki ruh (jiwa). Dalam ajaran Islam, manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan tujuan mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah di bumi. Sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adh-Dhariyat [51]: 56). Teologi Islam menekankan bahwa manusia memiliki nilai moral dan spiritual yang ditentukan oleh Allah, dan harus berfungsi sesuai dengan tugasnya sebagai khalifah.

      Dari sisi sosiologi, manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan mengarah pada pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari masyarakat dan memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan lingkungan sosialnya. Émile Durkheim, salah satu tokoh sosiologi klasik, berpendapat bahwa manusia tidak bisa dipahami secara individual saja, tetapi harus dilihat dalam konteks struktur sosial dan norma kolektif yang ada. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak hanya dipandang dalam aspek individu, tetapi juga sebagai bagian integral dari masyarakat, dengan tugas untuk menjalankan peran sosial dalam kesejahteraan bersama.

C.Tujuan Hidup Manusia

      Secara filosofis, tujuan hidup manusia berkaitan dengan pemikiran tentang etik dan teleologi (tujuan hidup). Dalam pandangan Immanuel Kant, tujuan hidup manusia berkaitan dengan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan hukum moral universal. Dalam konteks ini, manusia memiliki kemampuan rasional untuk menentukan tujuan hidupnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Namun, dalam NDP HMI, tujuan hidup manusia ditekankan sebagai mengabdi kepada Tuhan dan menjadi khalifah di bumi. Filosofis ini sejalan dengan pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai eudaimonia, atau hidup yang penuh makna dan kebaikan, tetapi dengan kerangka moral dan spiritual yang lebih tinggi yang datang dari Tuhan.

      Secara teologis, tujuan hidup manusia dalam pandangan Islam sangat jelas: mengabdi kepada Allah dan menjaga keseimbangan bumi sebagai khalifah-Nya. Seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adh-Dhariyat [51]: 56). Selain itu, manusia juga diberi tugas sebagai khalifah yang harus menjaga dan memelihara bumi ini dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, tujuan hidup manusia adalah berserah diri kepada Allah dalam semua aspek kehidupan dan memberikan manfaat kepada sesama makhluk.

      Dari perspektif sosiologi, tujuan hidup manusia tidak hanya terbatas pada pencarian kebahagiaan pribadi, tetapi juga berhubungan dengan kontribusi terhadap masyarakat dan bangsa. Max Weber menyatakan bahwa tujuan hidup manusia sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan struktur sosial yang ada di masyarakat. Dalam konteks HMI, tujuan hidup seorang kader adalah tidak hanya mencapai kebahagiaan pribadi, tetapi juga berkontribusi untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan, sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial.

D. Kebebasan dan Tanggung Jawab

      Secara filsafat, kebebasan dan tanggung jawab adalah dua konsep yang sangat terkait. Jean-Paul Sartre dalam eksistensialisme mengemukakan bahwa manusia bebas memilih dan bertindak, namun kebebasan ini datang dengan tanggung jawab penuh terhadap akibat dari pilihan tersebut. Dalam pandangan NDP HMI, kebebasan bukanlah kebebasan absolut, tetapi kebebasan yang harus dijalankan dalam kerangka moralitas dan keadilan. John Stuart Mill, filsuf liberalis, berbicara tentang kebebasan individu yang harus dibatasi ketika kebebasan itu mengganggu kebebasan orang lain. Prinsip ini sangat relevan dengan NDP HMI, yang mengajarkan bahwa kebebasan setiap individu harus disertai dengan tanggung jawab terhadap orang lain dan lingkungan, dan bahwa kebebasan tersebut harus selaras dengan nilai-nilai agama.

      Adapun secara teologis, kebebasan manusia adalah bagian dari karunia Tuhan, tetapi kebebasan ini diatur oleh tanggung jawab moral dan agama. Dalam Islam, kebebasan berkehendak diberikan oleh Allah, namun dengan batasan-batasan yang ditetapkan oleh hukum-hukum syariah. Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih, tetapi setiap pilihan tersebut akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. "Sesungguhnya, kami telah menunjukkan jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang ingkar." (Q.S. Al-Insan [76]: 3).

      Murut perspektif sosiologi, kebebasan dan tanggung jawab juga berkaitan dengan struktur sosial yang membentuk individu. Talcott Parsons, seorang sosiolog, menyatakan bahwa dalam suatu sistem sosial, individu harus menjalani peran-peran sosial yang diatur oleh norma sosial dan nilai kolektif. Kebebasan seorang individu tidak bisa dipisahkan dari peran sosial yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, kebebasan harus dipahami sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, dan bukan hanya sekadar kebebasan individu. 

E. Kesimpulan

      Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, dapat disimpulkan bahwa NDP HMI memandang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki tujuan hidup yang jelas, yaitu mengabdi kepada Tuhan dan menjadi khalifah di bumi. Kebebasan yang dimiliki manusia dalam NDP HMI bukanlah kebebasan yang tanpa batas, tetapi kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab moral, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, maupun masyarakat.

      Secara filosofis, kebebasan dan tanggung jawab dalam NDP HMI dipahami sebagai dua sisi dari satu mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kebebasan harus selalu terikat pada kerangka moral yang mengarah pada tujuan yang lebih tinggi, yaitu kebaikan bersama. Secara teologis, kebebasan manusia diberikan oleh Tuhan, namun harus diikuti dengan tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dalam perspektif sosiologis, kebebasan setiap individu harus dipahami dalam konteks hubungan sosial dan norma-norma masyarakat yang mengatur kehidupan kolektif. NDP HMI menekankan pentingnya kebebasan yang bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan yang seimbang antara hak individu dan kewajiban sosial. Tujuan hidup manusia dalam pandangan HMI adalah untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan kebaikan sosial, serta memperjuangkan masyarakat yang lebih adil, makmur, dan sejahtera.

F. Saran

      Dalam penulisan artikel ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi analisis maupun penyajian. Oleh karena itu, kritik, masukan, dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan kajian ini ke depan.

Penulis juga menyarankan agar kajian mengenai Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI terus dikembangkan, tidak hanya sebagai bahan kaderisasi, tetapi juga sebagai dasar berpikir dalam merespons tantangan zaman. Kajian NDP sebaiknya diperluas melalui pendekatan multidisipliner agar mampu memberikan pemahaman yang lebih kontekstual dan aplikatif bagi kader HMI dalam kehidupan sosial, keumatan, dan kebangsaan.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Karim.

Madjid, N. (2002). Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina.

Fitrah, M. (2017). HMI dan Perannya dalam Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat, K. (2006). Psikologi Agama: Memahami Perilaku Keberagamaan dengan Pendekatan Psikologis. Jakarta: Paramadina.

Nasution, H. (1995). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.

Syafiq, M. (2001). Kebebasan Beragama dalam Islam. Yogyakarta: LKIS.

Yunus, M. (2008). Filsafat Manusia: Memahami Hakikat Eksistensi Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

  

CURRICULUM VITAE

1. Identitas

Nama Lengkap                        : Nabil Fikri Kenamon

Tempat, Tanggal Lahir            : Way kanan, 6 Juli 2004

Jenis Kelamin                          : Laki-laki

Alamat                                     : Singkawang

Nomor Telepon                       : 083875284304

Email                                       : nabilkenamon@gmail.com

Status                                      : Mahasiswa


2. Riwayat Pendidikan

SD                                           : MIN 7 Lampung Utara, 2011 - 2016

SMP                                        : MTS Hidayatullah Bandung, 2016 - 2019

SMA                                       : SMA 27 Bandung, 2019 - 2021

Perguruan Tinggi                     : STIT SA Singkawang, Sekarang


3. Pengalaman Organisasi

HMI

PII


Posting Komentar

 
Top